JAKARTA, JurnaLodie.com – Kebijakan baru biaya perjalanan dinas ASN tahun 2026 yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui PMK Nomor 32 Tahun 2025 mencakup biaya penginapan, uang representasi, uang harian, biaya tiket pesawat, dan perjalanan dinas luar negeri.
Berikut poin-poin penting aturan perjalanan dinas ASN tahun 2026 dikutip JurnaLodie.com dari berbagai sumber:
- Biaya Penginapan (Tarif Hotel)
Berlaku untuk perjalanan dinas dalam negeri, dengan tarif maksimum yang tidak boleh dilampaui.
Pejabat negara, wakil menteri, eselon I:
Rp 2,14 juta – Rp 9,33 juta per malam.
Contoh: Bengkulu = Rp 2,14 juta | Jakarta = Rp 9,33 juta.
Naik dari batas atas sebelumnya: Rp 8,72 juta (PMK 39/2024).
Pejabat lainnya:
Eselon II: Rp 1,63 juta – Rp 4,91 juta.
Eselon III-IV: Rp 1,06 juta – Rp 3,73 juta.
ASN Golongan III-I: Rp 580 ribu – Rp 1,54 juta.
- Uang Representasi
Diberikan untuk menutupi kebutuhan protokoler/perwakilan saat dinas.
Pejabat negara/Wamen Rp 250.000
Eselon I Rp 200.000 Rp 100.000
Eselon II Rp 150.000 Rp 75.000
- Uang Harian
Luar kota (Papua dan wilayah khusus): Maksimal Rp 580.000/hari.
Dalam kota (>8 jam): Maksimal Rp 230.000.
Untuk Diklat: Maksimal Rp 170.000.
- Biaya Tiket Pesawat (Domestik)
Biaya tertinggi bervariasi tergantung kota tujuan.
Contoh (dari Jakarta ke Manokwari):
Bisnis: Maks. Rp 16,22 juta.
Ekonomi: Maks. Rp 10,82 juta.
- Perjalanan Dinas Luar Negeri
Uang Harian:
Bervariasi berdasarkan negara dan golongan ASN.
Contoh ke Inggris:
Golongan ASN Uang Harian Maksimum
A USD 792
B USD 774
C USD 583
D USD 582
Tiket Pesawat One Way (Jakarta–Panama):
Ekonomi published: USD 5.231
Business: USD 12.084
First class: USD 17.946
Semua tarif dalam PMK ini adalah standar batas tertinggi, bukan tarif tetap.
Tujuannya agar ada kepastian dan batasan pengeluaran dalam penggunaan APBN untuk perjalanan dinas.
Kenaikan batas tarif hotel tertinggi hingga Rp 9,33 juta per malam bisa menuai kontroversi publik, mengingat kontras dengan bantuan sosial dan efisiensi anggaran.
Namun dari sudut pandang birokrasi, penyesuaian ini bisa dianggap realistis mengikuti inflasi biaya akomodasi di kota-kota besar.
(*)