WASHINGTON DC, JurnaLodie.com – Pertanyaan tentang apakah Amerika Serikat yang “ciut duluan” dalam perang tarif dengan Tiongkok cukup kompleks.
Namun berdasarkan kronologi dan langkah-langkah yang diambil, tampaknya AS memang menjadi pihak pertama yang bergerak untuk meredakan ketegangan — setidaknya secara simbolis dan taktis.
Poin-Poin Kunci dari Kronologi Perang Tarif dikutip JurnaLodie.com dari Al Jazeera:
- 2 April: Presiden Trump memulai pengenaan tarif “resiprokal” secara luas, termasuk terhadap Tiongkok.
- Dalam waktu satu minggu: AS menangguhkan tarif untuk sebagian besar negara lain — namun tidak untuk Tiongkok, yang kemudian segera membalas dengan tarifnya sendiri.
- 11 April: Tarif melonjak drastis:
145% pada barang Tiongkok yang masuk ke AS
125% pada barang AS yang masuk ke Tiongkok - Akhir pekan berikutnya: Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng menyepakati gencatan senjata.
- Hasilnya: Tarif dipangkas sebesar 115 poin persentase selama 90 hari (gencatan senjata sementara).
- Kesepakatan ini terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan, menunjukkan adanya tekanan di balik layar.
Analisis
AS adalah pihak yang memulai eskalasi tarif, namun juga lebih awal menunjukkan fleksibilitas dengan menangguhkan tarif untuk negara lain.
Gencatan senjata terjadi saat ketegangan dan tekanan ekonomi memuncak, kemungkinan dengan dampak pasar yang signifikan.
Skala pemangkasan tarif (115 poin persentase) menunjukkan kedua pihak sama-sama terdampak — tetapi karena AS yang memulai konflik, langkah untuk mundur terlebih dahulu memberi kesan bahwa Washington mencari jalan keluar yang menyelamatkan muka.
Kecepatan deeskalasi, mengingat retorika Trump sebelumnya tentang kesiapan menghadapi perang jangka panjang, menunjukkan bahwa AS sebenarnya tidak sekuat itu untuk menahan tekanan.
AS bisa dikatakan “keder duluan” — atau setidaknya menunjukkan langkah nyata pertama menuju perdamaian. Meski Tiongkok juga jelas punya kepentingan untuk mengakhiri ketegangan, fakta bahwa AS yang memulai dan kemudian cepat-cepat melunak menunjukkan bahwa Washington yang lebih dulu berkedip dalam “permainan adu nyali” ini.
(*)