Tiga Peringatan Ketua MA Sunarto terhadap Hakim Hedon dan Culas

Nasional8 Dilihat

JAKARTA, JurnaLodie.com – Peringatan keras dilontarkan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA), Sunarto kepada hakim hedon dan culas. Dia menyampaikan pesan penting dan menyentuh inti krisis moral serta integritas di tubuh peradilan Indonesia.

Pidatonya bukan hanya kritik, tetapi juga seruan perbaikan mendesak di tengah maraknya korupsi dan gaya hidup hedonis di kalangan hakim — para “wakil Tuhan” yang seharusnya menjadi simbol keadilan.

Poin peringatan Sunarto dikutip JurnaLodie.com dari Kompas.com:

  1. “Jangan Jadi Setan!” – Kritik Moral Keras

Sunarto secara blak-blakan mengatakan bahwa memang hakim bukan malaikat, tapi juga jangan jadi setan. Pesannya jelas: jangan menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Jika melanggar, ada dua pilihan: dihukum Mahkamah Agung atau ditangkap penegak hukum.

  1. “Sudah Profiling Hakim Culas” – Sinyal Bahaya bagi yang Melenceng

Sunarto menyebut bahwa MA sudah punya data dan identitas hakim yang menyimpang. Ini adalah bentuk peringatan terbuka bahwa pengawasan internal tidak lagi bersifat pasif. Judicial corruption telah mencoreng citra MA, dan ini dianggap sebagai darurat institusi.

  1. “Kejar Hakim Bermobil Mewah” – Gaya Hidup Jadi Indikator

Hakim-hakim yang memamerkan mobil mewah dan gaya hidup tak wajar menjadi target pengawasan. Sunarto mendorong agar masyarakat dan aparat menelusuri asal-usul kekayaan mereka.

Transparansi dan akuntabilitas finansial hakim menjadi fokus.

Larangan & Aturan Baru:

Tak Boleh Dijamu Saat Kunjungan Kerja: Pimpinan MA dilarang menerima jamuan, oleh-oleh, bahkan akses VIP di bandara. Semua biaya perjalanan sudah ditanggung negara.

Gaya Hidup Sederhana Diwajibkan: Ini bagian dari SOP baru. Pimpinan MA harus menjadi teladan dalam kesederhanaan.

Komitmen untuk Perbaikan Internal: Jika pimpinan jadi bagian dari masalah, institusi tidak akan pernah benar. Sunarto menekankan pentingnya pembersihan dari atas ke bawah.

Makna Lebih Dalam:

Pidato ini adalah pukulan keras dan ajakan reformasi moral bagi seluruh aparat peradilan. Ia menandai era di mana pengawasan publik terhadap gaya hidup dan integritas hakim harus ditingkatkan. Sunarto tidak hanya bicara soal etika pribadi, tetapi juga memperlihatkan bahwa lembaga peradilan kini berada di ujung tanduk kepercayaan publik.

Pernyataan Sunarto berani, tetapi juga menuntut konsistensi tindakan nyata, bukan sekadar retorika. Komitmen ini harus disusul oleh:

  • Pengungkapan nama-nama hakim korup
  • Sanksi tegas dan terbuka
  • Reformasi struktural pengawasan peradilan
  • Pelibatan publik dalam pemantauan gaya hidup pejabat

Jika tidak, peringatan ini akan menjadi sekadar pernyataan moral tanpa dampak yang konkret.

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *