BANGKOK, JurnaLodie.com – Konflik Thailand – Kamboja yang telah memasuki hari ke‑4 pada Minggu 27 Juli 2025 merupakan eskalasi besar dalam sengketa perbatasan yang telah berlangsung puluhan tahun.
Kekerasan meluas di banyak titik, puluhan korban tewas, dan ratusan ribu orang mengungsi. Meskipun sinyal diplomasi dan keinginan dialog mulai muncul dari kedua belah pihak, keputusan actual mengenai gencatan senjata masih bergantung pada langkah konkret dari Kamboja.
Tekanan internasional dan mediasi ASEAN – PBB tetap menjadi faktor krusial untuk meredam konflik ini.
Eskalasi Militer
Dikutip JurnaLodie.com dari VOA dan berbagai sumber, pertempuran terjadi di minimal enam lokasi sepanjang garis perbatasan sepanjang 209 km, termasuk lokasi sengketa seperti kuil Ta Muen Thom.
Thailand menuduh Kamboja meluncurkan artileri / roket, termasuk serangan ke fasilitas sipil seperti stasiun pengisian bahan bakar dan rumah sakit, yang menewaskan belasan warga sipil.
Sebagai respons, Thailand menggunakan jet tempur F‑16 untuk menyerang target militer di wilayah Kamboja — yang kemudian disebut agresi militer brutal oleh Phnom Penh.
Hingga hari ketiga peperangan, total korban tewas dilaporkan mencapai sedikitnya 30 orang, dengan lebih dari 130.000 warga Thailand dan puluhan ribu warga Kamboja mengungsi dari zona konflik.
Thailand melaporkan setidaknya 14–16 warga sipil tewas dan puluhan luka-luka, termasuk ketika Kamboja menggunakan senjata berat.
Kamboja akhirnya secara resmi mengkonfirmasi 13 kematian, termasuk 8 warga sipil.
Thailand mengklaim bahwa Kamboja melakukan serangan provokatif ke wilayah sipil dan rumah sakit, menuduh pelanggaran Konvensi Jenewa atas serangan tersebut.
Kamboja menuduh respons militer Thailand sebagai agresi militer brutal, penggunaan senjata ilegal, dan pelanggaran Piagam PBB serta norma ASEAN.
Malaysia (ketua ASEAN) dan PBB telah menyerukan gencatan senjata dan menawarkan mediasi, termasuk keterlibatan Indonesia sebagai fasilitator damai.
Amerika Serikat dan China bergabung dalam tekanan diplomatik, dengan AS mendesak penghentian permusuhan dan perlindungan warga sipil.
Donald Trump menyatakan kedua negara sepakat untuk memulai dialog gencatan senjata segera, namun militer Thailand mengatakan mereka hanya akan gencatan jika Kamboja mengambil inisiatif terlebih dahulu.
Meski seruan internasional terus menguat, tembakan artileri dan serangan udara masih berlangsung di beberapa titik konflik.
Kedua pihak menyatakan kesiapan dialog, meskipun dengan prasyarat berbeda: Thailand menuntut Kamboja yang harus memulai, sedangkan Kamboja menuntut gencatan senjata tanpa syarat.
Apakah Kamboja akan secara resmi menawarkan atau menerima inisiatif negosiasi? Itu menjadi kunci apakah dialog akan berlanjut.
Bagaimana peran ASEAN dan PBB ke depan? Apakah akan aktif memediasi atau hanya memberi tekanan verbal.
Apakah konflik akan semakin menyebar ke wilayah baru? Seperti yang teramati di daerah seperti Trat atau Pursat, serta potensi eskalasi militer. (*)