Konflik Dagang AS – Tiongkok: Siapa yang Bertahan?

Internasional17 Dilihat

BEIJING, JurnaLodie.com – Para ahli mengatakan bahwa penangguhan tarif mencerminkan keberhasilan Tiongkok dalam mempertahankan posisinya, sementara Presiden AS Donald Trump menghadapi tekanan domestik.

Pada hari Senin, Amerika Serikat dan Tiongkok mencapai kesepakatan untuk menangguhkan tarif tinggi atas impor masing-masing selama 90 hari.

Terobosan ini menandai meredanya perang tarif yang diluncurkan Trump sejak kembali menjabat pada Januari lalu. Awalnya, Trump menerapkan tarif terhadap sebagian besar negara, tetapi kemudian menangguhkannya—kecuali terhadap China, rival ekonomi terbesar AS.

Perang tarif balasan antara AS dan Tiongkok meningkat tajam, dengan tarif setinggi 145 persen terhadap barang China ke AS, dan 125 persen terhadap produk AS yang masuk ke China.

Dikutip JurnaLodie.com dari Al Jazeera, Trump mengatakan bahwa ia bisa berbicara dengan Presiden China Xi Jinping pada akhir pekan ini, dan menyebut negosiasi ini sebagai “reset” hubungan ekonomi kedua negara.

Apa yang Dikatakan Tiongkok dan AS?

Kedua negara merilis pernyataan bersama pada Senin yang mengumumkan penangguhan tarif.

Pernyataan ini muncul setelah dua hari pembicaraan dagang di Jenewa, Swiss. Meski sebelumnya Trump berulang kali menyatakan bahwa negosiasi tarif sedang berlangsung, pejabat di Beijing sempat membantah bahwa ada pembicaraan hingga akhirnya bertemu di Jenewa.

Dalam pernyataan tersebut, mereka mengakui pentingnya hubungan dagang dan ekonomi bilateral yang berkelanjutan, jangka panjang, dan saling menguntungkan.

Dikutip JurnaLodie.com dari Al Jazeera, AS menurunkan tarif barang-barang China dari 145% menjadi 30%

Tiongkok menurunkan tarif barang-barang AS dari 125% menjadi 10%

Tarif terbaru pada 2 April adalah:

AS mengenakan tarif tambahan 34% (di atas tarif 20% sebelumnya)

Tiongkok membalas dengan tarif 34% terhadap barang AS

Eskalasi ini terus berlanjut hingga mencapai titik puncak 145% (AS) dan 125% (China), sebelum akhirnya kedua negara sepakat pada 12 Mei untuk menurunkan semua tarif menjadi 10%.

Namun, beberapa produk China seperti kendaraan listrik, baja, dan aluminium tetap terkena tarif khusus yang lebih tinggi.

Penangguhan tarif ini hanya berlaku selama 90 hari, dan akan dievaluasi berdasarkan hasil negosiasi lanjutan.

Kedua negara sepakat untuk membentuk mekanisme lanjutan guna membicarakan hubungan dagang.

Menurut Carlos Lopes dari Chatham House, ini mencerminkan “mundurnya strategi AS secara taktis, bukan perubahan strategi menyeluruh”.

Ia mengatakan bahwa China berhasil bertahan, memaksa AS untuk meninjau ulang pendekatannya.

“Ini adalah jeda taktis, bukan realignment strategis,” kata Lopes.

Lopes menyebut keputusan Trump mencerminkan tekanan ekonomi domestik.

Harga barang konsumen naik

Sektor manufaktur AS terganggu, terutama yang bergantung pada bahan baku China

Isolasi dari rantai pasok global merugikan ekonomi AS sendiri

Ia juga menegaskan bahwa isu fentanyl—meski sering dikemukakan Trump—bukan faktor utama di balik tarif.

“Itu hanya simbol politik,” kata Lopes. “Isu sebenarnya adalah ketergantungan rantai pasok, inflasi, dan kalkulasi elektoral.”

Kedua negara menunjuk perwakilan:

Tiongkok: Wakil Perdana Menteri He Lifeng

AS: Menteri Keuangan Scott Bessent dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer

Bagaimana Reaksi Pasar Global?

  • S&P 500 naik 184 poin
  • Dow Jones naik 1.161 poin
  • Nasdaq naik 779 poin
  • Dolar AS menguat 2,1%
  • Euro turun 1,5%
  • Yen Melemah

Sebelumnya, ancaman tarif telah mengguncang pasar global.

Perdagangan AS – Tiongkok: Tantangan Lebih Dalam

AS adalah pasar ekspor terbesar China (12,9% ekspor China pada 2023)

China adalah mitra ekspor ketiga terbesar AS

China mendapat miliaran dolar dan jutaan lapangan kerja dari perdagangan ini

AS mendapat produk murah dan keuntungan miliaran dolar dari penjualan di China

Namun, di AS, ada desakan untuk meninjau ulang hubungan ekonomi dengan China.

Defisit perdagangan AS dengan China pada 2024 mencapai $295,4 miliar

Kekhawatiran: kehilangan lapangan kerja manufaktur, spionase, pencurian hak kekayaan intelektual

Sejak 2018, Presiden AS memiliki kewenangan untuk mengontrol ekspor “dual-use”—produk yang bisa digunakan secara komersial dan militer

Tiongkok dianggap sebagai target utama dari kebijakan ini. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *