JAKARTA, JurnaLodie.com – Majelis Syura PKS secara resmi menunjuk Al Muzzammil Yusuf sebagai Presiden PKS yang baru menggantikan Ahmad Syaikhu.
Sohibul Iman juga dipilih menjadi Ketua Majelis Syura PKS, menggantikan Salim Segaf Al-Jufri.
Pengangkatan keduanya dilakukan dalam suasana yang disebut “damai tapi kritis dan demokratis”, menurut Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua Majelis Syura.
Profil Singkat Al Muzzammil Yusuf
Politikus senior yang telah empat periode menjadi anggota DPR RI.
Dikenal dekat dengan “Fraksi Keadilan” dalam tubuh PKS, sebuah kelompok internal yang dikenal berhaluan konservatif.
Pernah menjabat sebagai Wakil Presiden DPP PKS pada 2004.
Salah satu pendiri PKS, berasal dari fusi Partai Keadilan (PK) pasca Pemilu 1999.
Kepemimpinan PKS Tetap Dikendalikan Majelis Syura
Menurut pengamat politik dari Trias Politika Strategis, Agung Baskoro dikutip JurnaLodie.com dari Kompas.com:
Terpilihnya Al Muzzammil tidak akan mengubah sistem internal PKS.
Pengambilan keputusan strategis tetap di tangan Ketua Majelis Syura, yang dipilih dari ratusan anggota majelis.
Artinya, meskipun Al Muzzammil menjadi Presiden, arah politik PKS tetap dikendalikan secara kolektif dan demokratis melalui Majelis Syura.
Pemilihan Al Muzzammil, yang dikenal konservatif, mengisyaratkan PKS bisa mempertahankan pendekatan ideologis yang ketat.
Namun, sistem kolektif melalui Majelis Syura akan menjaga keseimbangan pandangan internal, termasuk dalam merespons dinamika politik nasional seperti koalisi atau oposisi di pemilu mendatang.
Analisis
- Konsolidasi Internal dan Ideologis
Al Muzzammil Yusuf, dengan latar belakang konservatif dan afiliasi dengan “Fraksi Keadilan”, berpotensi memperkuat posisi sayap kanan religius dalam tubuh PKS.
Namun, karena arah kebijakan tetap dikendalikan Majelis Syura (yang kini dipimpin Sohibul Iman, tokoh yang lebih moderat dan pragmatis), kemungkinan besar PKS akan menjaga keseimbangan antara ideologi dan realitas politik elektoral.
Dampak: PKS cenderung tidak akan bergeser terlalu ekstrem ke kanan, tapi juga tidak terlalu terbuka terhadap kompromi ideologis yang bisa menggerus basis loyalnya.
- Arah Koalisi Nasional Menuju 2029
PKS di bawah Sohibul dan Muzzammil berpotensi tetap menjadi kekuatan oposisi, terutama jika tidak sepakat dengan arah kebijakan pemerintah pasca-2024.
Namun, PKS juga dikenal fleksibel secara politik, dan pernah bergabung dalam koalisi pemerintahan di masa lalu bila kepentingan strategisnya diakomodasi.
Jika parpol-parpol Islam atau berbasis umat (seperti PAN, PPP, atau bahkan partai baru seperti Partai Ummat) tidak solid, PKS bisa menjadi pusat gravitasi Islam politik.
Dalam skenario oposisi, PKS bisa menggandeng NasDem atau Demokrat, tergantung dinamika pasca-Pilpres 2024 dan kinerja pemerintahan yang sedang berjalan.
- Posisi Elektoral Jangka Menengah
PKS di bawah Al Muzzammil kemungkinan akan fokus pada penguatan basis tradisional, terutama di wilayah urban religius seperti Jawa Barat, Jakarta, dan Sumatera Barat.
Retorika moral, keluarga, dan anti-korupsi akan ditekankan untuk menjaga elektabilitas.
Potensi untuk mempertahankan angka suara 8–10% secara nasional tetap kuat, namun pertumbuhan suara mungkin stagnan kecuali PKS bisa menjangkau pemilih muda dan milenial Muslim secara efektif.
- Peran Strategis dalam Check and Balance
Dengan citra sebagai partai yang konsisten dalam oposisi, PKS bisa memanfaatkan momentum ketidakpuasan publik terhadap pemerintahan.
Figur Al Muzzammil, yang dikenal vokal di parlemen, bisa menguatkan posisi PKS sebagai watchdog kebijakan publik.
Bisa meningkatkan daya tawar politik PKS, baik dalam membangun koalisi alternatif maupun dalam memengaruhi kebijakan nasional dari luar pemerintahan.
PKS di bawah Al Muzzammil Yusuf dan Sohibul Iman:
Akan cenderung stabil secara ideologi, dengan kecenderungan konservatif yang terkendali.
Memiliki peluang besar untuk menjadi kekuatan penentu dalam koalisi Islam politik.
Tetap relevan secara elektoral jika mampu menjawab tantangan zaman (isu anak muda, digitalisasi, kesejahteraan) tanpa kehilangan akar ideologisnya. (*)