JAKARTA, JurnaLodie.com – Presiden RI Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara Terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
Tujuan utama dari Perpres ini adalah memberikan jaminan perlindungan negara kepada jaksa saat menjalankan tugas dan fungsinya, mengingat seringnya jaksa menghadapi risiko dalam menangani perkara penting, terutama yang menyangkut korupsi atau kejahatan terorganisir.
Perlindungan meliputi aspek fisik, keamanan tempat tinggal, kerahasiaan identitas, hingga anggota keluarga yang menjadi tanggungan jaksa (Pasal 5–6).
Perlindungan bisa diberikan atas permintaan dari Kejaksaan (Pasal 3), artinya pelaksanaannya bersifat situasional, bukan otomatis.
Dalam Perpres disebutkan bahwa Polri dan TNI dapat memberikan perlindungan kepada jaksa.
Tugas TNI secara eksplisit dibatasi pada pengamanan fisik dan tidak boleh mencampuri urusan perkara hukum (disampaikan oleh Kejagung).
Pengamanan oleh TNI dan Polri diatur melalui Nota Kesepahaman (MoU) antara TNI dan Kejaksaan, serta Telegram Panglima TNI yang memberi dasar pelaksanaan teknis.
Menariknya, pelaksanaan perlindungan oleh TNI dan Polri dibebankan pada anggaran Kejaksaan dan sumber sah lainnya yang tidak mengikat (Pasal 11).
Ini menunjukkan pendekatan lintas-lembaga tetapi tetap otonom, agar tidak menimbulkan beban anggaran pada TNI/Polri.
Meski pelibatan TNI dalam pengamanan terkesan pragmatis, ada kekhawatiran dari publik dan pengamat bahwa kehadiran militer dalam institusi penegak hukum sipil berpotensi melanggar prinsip supremasi sipil atau memunculkan konflik kewenangan.
Namun Kejagung menegaskan akan mengawasi implementasi di daerah dan menjaga agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Perpres ini bisa dibaca sebagai bagian dari penguatan kelembagaan Kejaksaan di era Prabowo, yang mungkin berkaitan dengan upaya mempercepat penegakan hukum serta mengamankan institusi negara dari intervensi atau tekanan eksternal, termasuk dalam perkara-perkara besar.
Perpres 66/2025 adalah langkah afirmatif untuk memperkuat perlindungan hukum terhadap jaksa dalam menjalankan tugas, terutama menghadapi risiko keamanan pribadi.
Meski positif dari sisi perlindungan institusi, implementasinya perlu terus diawasi agar tidak melahirkan militerisasi lembaga sipil atau benturan fungsi dalam sistem hukum nasional.
Nota kesepahaman tersebut mencantumkan delapan ruang lingkup kerja sama TNI dengan Kejaksaan Agung. Berikut delapan poin tersebut dikutip JurnaLodie.com dari Kompas.com:
- Pendidikan dan pelatihan;
- Pertukaran informasi untuk kepentingan penegakan hukum;
- Penugasan prajurit TNI di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia;
- Penugasan jaksa sebagai supervisor di Oditurat Jenderal TNI;
- Dukungan dan bantuan personel TNI dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan;
- Dukungan kepada TNI di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, meliputi pendampingan hukum, bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi, penegakan hukum, serta tindakan hukum lainnya;
- Pemanfaatan sarana dan prasarana dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai kebutuhan;
- Koordinasi teknis penyidikan dan penuntutan serta penanganan perkara koneksitas. (*)